MoU dalam Pernikahan

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.
BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM
Buat Yang Udah Nikah, Mau Nikah, Punya Niat Untuk Nikah
Sebarkan kepada orang2 yang anda
kenal........mudah2an bermanfaat.
Bertengkar adalah phenomena yang sulit dihindari
dalam kehidupan berumah
tangga, kalau ada seseorang berkata: "Saya tidak pernah
bertengkar dengan isteri saya !" Kemungkinannya dua,
boleh jadi dia belum beristeri, atau ia tengah berdusta.

Yang jelas kita perlu menikmati saat-saat bertengkar itu, sebagaimana
lebih menikmati lagi saat saat tidak bertengkar.
Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya
sajadihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi.

Kalau tahu etikanya, dalam bertengkarpun kita bisa
mereguk hikmah,betapa
tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang
terucap mengandung muatan perasaan yang sangat
dalam, yang mencuat
dengan desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental,
lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi.

Tulisan ini murni non politik,
jadi tolong jangan tergesa-gesa membacanya.

Bacalah dengan sabar, lalu renungi dengan baik,
setelah itu...terapkan dalam keseharian kita.......
setuju ??.....

Suatu ketika seseorang berbincang dengan orang yang akan menjadi
teman hidupnya, dan salah satunya bertanya; apakah ia bersedia
berbagi masa depan dengannya,dan jawabannya tepat seperti yang diharap.
Mereka mulai membicarakan : seperti apa suasana rumah tangga ke depan.

Salah satu diantaranya adalah tentang apa
yang harus dilakukan kala mereka bertengkar.
Dari beberapa perbincangan hingga
waktu yang mematangkannya, tibalah mereka pada
sebuah Memorandum of
Understanding,bahwa kalaupun harus bertengkar, maka:

1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama'ah

Cukup seorang saja yang marah-marah, yang terlambat mengirim
sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda.
Untuk urusan marah pantang berjama'ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi
meriah. Ketika ia marah dan saya mau menyela, segera
ia berkata "STOP"
ini giliran saya ! Saya harus diam sambil istighfar.
Sambil menahan senyum saya berkata dalam hati : "kamu makin cantik
kalau marah,makin energik ..."

Dan dengan diam itupun saya merasa telah beramal sholeh, telah
menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang
dikasihi... "duh kekasih .. bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu
menjadi lega, maka dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu ...."
Demikian juga kalau pas kena giliran saya "yang olah raga otot muka",
saya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang tersinggung
adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar kuman, dan saya
tidak berani marah sama siapa siapa kecuali pada
isteri saya :)

Maka kini giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang sampah.
pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus berjama'ah, sebab ada
sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan secara berjama'ah selain marah :)

2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat
masa (maksudnya masa lalu kita)

Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab
masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah.

Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan
terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita
perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya.
Sebab pertengkaran di antara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay,
sedang pertengkaran dua hati yang patah asa,
menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya.

Kalau saya terlambat pulang dan ia marah,maka kemarahan atas
keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah "ungkapan rindu yang
keras". Tapi bila itu dikaitkan dgn seluruh keterlambatan saya, minggu
lalu,awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh.

Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula),
sepedas apapun saya marah,maka itu adalah "harapan ingin disayangi
lebih tinggi". Tapi kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya kemarin
dan tiga hari lewat,plus tuduhan "Sudah tidak suka lagi ya dengan saya",
maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya
menguburnya di masa lalu, ups saya telah membunuhnya, membunuh cintanya.

Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah... OK, marahlah
tapi untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di
minggu lalu, dan ia pun milik hari ini .....

3. Kalau marah jangan bawa-bawa keluarga

Saya dengan isteri saya terikat baru beberapa masa, tapi saya dengan
ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian
juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran,
seseorang itu tidak
menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40).

Saya tidak akan terpantik marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi
kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia,
semenjak saya menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di
dunia ini selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke
kancah "awal cinta yang panas ini".

Kata ayah saya : "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak".

Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma'afnya dari
pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..".
Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usyah ditambah
tambah dengan memusuhi mertua!

4.Kalau marah jangan di depan anak-anak

Anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian.
Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka
harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tua
nya bertengkar, bingung harus memihak siapa. Membela ayah,
bagaimana ibunya. Membela ibu, tapi itu 'kan bapak saya.

Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :
* Ibu : "Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak,
dan kamu datang main suruh begitu, emang saya ini babu ?!!!"
* Bapak : "Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta

=== message truncated ===

 
Copyright © 2011 Blogger with Love | Themes by Edit-me.